EFEKTIVITAS MEDIA SOSIAL DALAM MENDUKUNG KAMPANYE POLITIK
498
Media social
dalam kepentingannya untuk mendukung optimalisasi kampanye politik adalah salah
satu pilihan kampanye yang tergolong kreatif dengan memanfaatkan kemajuan
teknologi dan informasi yang ada. Membicarakan seberapa besar
peran media online ataupun social media di Indonesia, paling mudah kita bisa
melihat dari sisi jumlah (kuantitas). Setidaknya 1/5 penduduk di Indonesia
telah "melek internet". Mayoritas dari pengguna internet tersebut
menggunakan social media seperti Facebook ataupun Twitter. Selain kuantitas,
kita juga perlu memperhatikan kualitas penggunanya. Namun, media social untuk
dewasa ini kuantitasnya, masih belum sepadan dengan jumlah penduduk Indonesia
yang ada. Selain itu, kampanye politik yang dilakukan melalui media social
belum seefektif kampanye yang dilakukan melalui media elektronik maupun media
cetak. Karena keberhasilan dari kampanye melalui suatu media, sebenarnya sangat
bergantung pada aspek keterjangkauan dari media itu sendiri.
Solusi
dari permasalahan sejauh mana efektifitas media social dalam mendukung kampanye
politik adalah yang pertama mengatasi aspek keterjangkauan tersebut. Aspek
keterjangkauaan ini dapat diatasi dengan meningkatkan perkembangan teknologi
dan informasi dari segi internet, dan memberikan pemahaman serta sosialisasi
kepada masyarakat secara menyeluruh terhadap internet beserta media social yang
ada didalamnya seperti Facebook, Twitter, You Tube dan yang lainnya. Jika aspek
keterjangkauaan itu telah teratasi maka kampanye politik melalui media social
akan dapat lebih dioptimalisasikan kedepannya dalam menyukseskan kampanye
politik itu sendiri.
HALAMAN ISI
Media social
dalam kepentingannya untuk mendukung optimalisasi kampanye politik adalah salah
satu pilihan kampanye yang tergolong kreatif dengan memanfaatkan kemajuan
teknologi dan informasi yang ada. Membicarakan seberapa besar
peran media online ataupun social media di Indonesia, paling mudah kita bisa
melihat dari sisi jumlah (kuantitas). Setidaknya 1/5 penduduk di Indonesia
telah "melek internet". Mayoritas dari pengguna internet tersebut
menggunakan social media seperti Facebook ataupun Twitter. Selain kuantitas, kita
juga perlu memperhatikan kualitas penggunanya. Pengguna sosial media umumnya
adalah kaum terpelajar. Namun, media social untuk dewasa ini kuantitasnya,
masih belum sepadan dengan jumlah penduduk Indonesia yang ada. Selain itu,
kampanye politik yang dilakukan melalui media social belum seefektif kampanye
yang dilakukan melalui media elektronik maupun media cetak. Karena keberhasilan
dari kampanye melalui suatu media, sebenarnya sangat bergantung pada aspek
keterjangkauan dari media itu sendiri.
Kita
dapat melihat pada masa kampanye Obama tahun 2008 di Amerika. Salah satu faktor
yang membuat popularitas obama naik secara cepat, dikarenakan ia merupakan
kandidat yang terhubung dengan calon pemilih melalui social media.
Keunggulan
social media dalam proses kampanye politik adalah bentuk komunikasi 2 arah
(interaktif). Alangkah sangat baik apabila seorang pemimpin berperan aktif
dalam mengelola akun social media nya secara pribadi, bukan dikelola oleh orang
lain. Dengan begitu ia dapat mendengar suara rakyat hingga menerima kritikan.
Memiliki akun social media merupakan langkah awal yang baik bagi seorang
pemimpin, untuk memberikan ruang bagi publik untuk menyapanya,
berkomunikasi dengannya dan menjadi tempat berkeluh-kesah.
Tidak
hanya Twitter, pada saat pemilihan Gubernur DKI Jakarta yaitu pendukung Jokowi
menjatuhkan citra kandidat incumbent
dengan cara yang unik sekali cara-cara mereka, ada sebuah foto yang menyamakan
wajah Jokowi dengan Obama dan menyamakan wajah berkumis Foke dengan Hitler.
Selain itu juga lahirnya gerakan kompak baju kotak-kotak, hingga sekelompok
anak muda yang menciptakan lagu dukungan untuk Jokowi dan mengunggah videonya
di Youtube. Video itu kini telah ditonton lebih dari satu juta kali, bahkan
sempat sering diputar di stasiun TV nasional.
Penempatan diri di social
media oleh Jokowi sama dengan sosok sesungguhnya di lapangan dengan akunt
Jokowi (facebook) dan jokowi_do2 (twitter), bahasa dan tutur kata
yang sopan “Yang saya kerjakan hanyalah yang memang seharusnya saya kerjakan...
Biasa saja, tak ada sesuatu yang istimewa” salah satu tweets yang
ditampilkan Jokowi, kerja tim dan relawan dengan akunt yang mencapai ribuan,
baik di twitter maupun facebook yang dikoordinir oleh Jasmev
(Jokowi-Ahok Social Media Volunteers).
Dengan cara yang telah
dilakukan oleh kandidat tersebut seperti kerja politik yang luar biasa di
social media ini telah menempatkan Jokowi memenangi semua pertarungan via
Sosial Media melawan Foke-Nara, seperti yang dilansir oleh indexpolitik.com bekerja
sama dengan fajar.co.id selalu menempatkan Jokowi di atas Foke dengan
komposisi 55,43 persen berbanding 44,57 persen untuk share of nitizen,
yang merupakan gambaran seberapa banyak unik user memberikan mention
terhadap brand tertentu dalam social media dibandingkan dengan total
komunitasnya (brand dan competitor), dan 54,77 persen berbanding
45,23 persen untuk share of voise, share of voice ini sendiri
adalah seberapa banyak mention suatu brand di social media
dibandingkan dengan total komunitasnya (brand dan competitor) data ini
dirilis pada tanggal 20 september 2012 pukul 13.10 Wita.
Hal yang sama juga
disampaikan oleh politicawave.com share of exposure 54,3 persen
berbanding 45,7 persen dan share of citizen 54,1 persen berbanding
45,9 persen masing-masing untuk keunggulan Jokowi, dan salingsilang.com melalui
SX Indeks juga merilis data pengamatan mereka, tanggal 12 Agustus - 10
September 2012 posisi Jokowi juga selalu mengungguli Foke, 161.674 buzz
berbanding 127.698 buzz, dan 53.973 users berbanding 39.496 users.
Politik dan sosial media
telah di-integrasi-kan sempurna oleh Jokowi.
Jika kita melihat pada
pertarungan pemilihan Gubernur diSulawasi Selatan saat ini, hasil survey yang
dilakukan oleh Yahoo pada tahun 2010 menunjukan adanya lonjakan
dari 22 persen pada 2009, naik menjadi 48 persen pada 2010 di Indoneisia dan
jumlah pengguna internet di Makassar sebesar 28 persen. Hal yang sama juga
disampaikan oleh lembaga kajian Serum Institute. Data Februari 2012 pengguna
internet di Makassar telah mencapai 37,8 ini setara dengan 660 ribu, dan untuk
Sulsel secara keseluruan sebanyak 15,3%, jumlah yang memang belum signifikan
dibanding dengan jumlah keseluruhan penduduk Sulsel.
Maka dari hal ini bisa saja
media social adalah “kartu AS” untuk memenangkan pertarungan. Bisa jadi, yang
memaksimalkan social media akan menjadi pemenang pilkada Sulsel 2013.
Disinilah perlu untuk kita
lihat bahwa kembali lagi pada pernyataan saya yang pertama bahwa sejauh mana
tingkat keberhasilan dari media social ini semuanya tergantung pada asas
keterjangkauan dan persebaran. Karena jika kita harus melihat pada data yang
terjadi pada pemilihan presiden Amerika Serikat tahun 2008 yang dimenangkan
oleh Obama yang melakukan kampanye politiknya secara sukses melalui media
social saya rasa itu sangat wajar karena mayoritas penduduk Amerika Serikat
merupakan masyarakat yang memiliki perekonomian menengah keatas yang tentunya
dengan tingkat pendidikan yang baik pula. Dengan demikian pemahaman masyarakat
akan tinggi pula kepada media social. Berbeda dengan di Indonesia yang
wilayahnya masih banyak yang belum tersentuh oleh internet akan menjadi kurang
optimal metode media social ini, Walaupun memang banyak kemudahan yang
diperoleh dari metode ini.
Dari Fokus Group Discussion
yang dilangsungkan, ada berbagai pendapat tentang pembahasan ini baik yang pro
akan efektivitas media social maupun yang kontra terhadap efektifitas media
social.
Salah satu pandangan yang
pro terhadap efiktivitas media social dikemukakan oleh peserta dengan No. Tes
132 yang mengatakan bahwa media social lebih efektif karena biaya yang kampanye
akan berkurang, serta melihat dari segi pengguna media social yang sangat
besar, bahkan persebarannya telah sampai kepada pedesaan. Selain itu, melalui
media social kampanye yang nyata seperti turun kejalan hingga menyebabkan
kemacetan akan dapat dikurangi.
Sementara salah satu
komentar dari pihak yang kontra terhadap hal ini memaparkan bahwa untuk dewasa
ini media social masih belum optimal, karena media social masih kurang efektif
bila diterapkan pada wilayah-wilayah pelosok. Karena keterjangkauan dari media
social ini pula belum sampai kepada masyarakat menengah kebawah, yang jelas
masih jauh berbeda dari pada media elektronik seperti televise dan radio yang
sejauh ini masih sangat efektif.
Solusi
yang dapat ditawarkan dari permasalahan sejauh mana efektifitas media social
dalam mendukung kampanye politik adalah yang pertama mengatasi aspek
keterjangkauan tersebut. Aspek keterjangkauaan ini dapat diatasi dengan
meningkatkan perkembangan teknologi dan informasi dari segi internet, dan
memberikan pemahaman serta sosialisasi kepada masyarakat secara menyeluruh
terhadap internet beserta media social yang ada didalamnya seperti Facebook,
Twitter, You Tube dan yang lainnya. Jika aspek keterjangkauaan itu telah
teratasi maka kampanye politik melalui media social akan dapat lebih
dioptimalisasikan kedepannya dalam menyukseskan kampanye politik itu sendiri.
REFERENSI
Digital
Agency, tanggal 22 oktober 2012, diakses pada tanggal 14 januari 2013.
Fajar
Online, terbitan selasa, 25 september 2012, oleh Anwar Abugaza, diakses pada
tanggal 14 januari 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar