Senin, 21 Januari 2013

MEDIA SOSIAL DALAM PENGGUNAANNYA SEBAGAI MEDIUM KAMPANYE POLITIK





EFEKTIVITAS MEDIA SOSIAL DALAM MENDUKUNG KAMPANYE POLITIK
498


Media social dalam kepentingannya untuk mendukung optimalisasi kampanye politik adalah salah satu pilihan kampanye yang tergolong kreatif dengan memanfaatkan kemajuan teknologi dan informasi yang ada. Membicarakan seberapa besar peran media online ataupun social media di Indonesia, paling mudah kita bisa melihat dari sisi jumlah (kuantitas). Setidaknya 1/5 penduduk di Indonesia telah "melek internet". Mayoritas dari pengguna internet tersebut menggunakan social media seperti Facebook ataupun Twitter. Selain kuantitas, kita juga perlu memperhatikan kualitas penggunanya. Namun, media social untuk dewasa ini kuantitasnya, masih belum sepadan dengan jumlah penduduk Indonesia yang ada. Selain itu, kampanye politik yang dilakukan melalui media social belum seefektif kampanye yang dilakukan melalui media elektronik maupun media cetak. Karena keberhasilan dari kampanye melalui suatu media, sebenarnya sangat bergantung pada aspek keterjangkauan dari media itu sendiri.
Solusi dari permasalahan sejauh mana efektifitas media social dalam mendukung kampanye politik adalah yang pertama mengatasi aspek keterjangkauan tersebut. Aspek keterjangkauaan ini dapat diatasi dengan meningkatkan perkembangan teknologi dan informasi dari segi internet, dan memberikan pemahaman serta sosialisasi kepada masyarakat secara menyeluruh terhadap internet beserta media social yang ada didalamnya seperti Facebook, Twitter, You Tube dan yang lainnya. Jika aspek keterjangkauaan itu telah teratasi maka kampanye politik melalui media social akan dapat lebih dioptimalisasikan kedepannya dalam menyukseskan kampanye politik itu sendiri.





HALAMAN ISI
Media social dalam kepentingannya untuk mendukung optimalisasi kampanye politik adalah salah satu pilihan kampanye yang tergolong kreatif dengan memanfaatkan kemajuan teknologi dan informasi yang ada. Membicarakan seberapa besar peran media online ataupun social media di Indonesia, paling mudah kita bisa melihat dari sisi jumlah (kuantitas). Setidaknya 1/5 penduduk di Indonesia telah "melek internet". Mayoritas dari pengguna internet tersebut menggunakan social media seperti Facebook ataupun Twitter. Selain kuantitas, kita juga perlu memperhatikan kualitas penggunanya. Pengguna sosial media umumnya adalah kaum terpelajar. Namun, media social untuk dewasa ini kuantitasnya, masih belum sepadan dengan jumlah penduduk Indonesia yang ada. Selain itu, kampanye politik yang dilakukan melalui media social belum seefektif kampanye yang dilakukan melalui media elektronik maupun media cetak. Karena keberhasilan dari kampanye melalui suatu media, sebenarnya sangat bergantung pada aspek keterjangkauan dari media itu sendiri.
Kita dapat melihat pada masa kampanye Obama tahun 2008 di Amerika. Salah satu faktor yang membuat popularitas obama naik secara cepat, dikarenakan ia merupakan kandidat yang terhubung dengan calon pemilih melalui social media.
Keunggulan social media dalam proses kampanye politik adalah bentuk komunikasi 2 arah (interaktif). Alangkah sangat baik apabila seorang pemimpin berperan aktif dalam mengelola akun social media nya secara pribadi, bukan dikelola oleh orang lain. Dengan begitu ia dapat mendengar suara rakyat hingga menerima kritikan. Memiliki akun social media merupakan langkah awal yang baik bagi seorang pemimpin, untuk  memberikan ruang bagi publik untuk menyapanya, berkomunikasi dengannya dan menjadi tempat berkeluh-kesah. 
Tidak hanya Twitter, pada saat pemilihan Gubernur DKI Jakarta yaitu pendukung Jokowi menjatuhkan citra kandidat incumbent dengan cara yang unik sekali cara-cara mereka, ada sebuah foto yang menyamakan wajah Jokowi dengan Obama dan menyamakan wajah berkumis Foke dengan Hitler. Selain itu juga lahirnya gerakan kompak baju kotak-kotak, hingga sekelompok anak muda yang menciptakan lagu dukungan untuk Jokowi dan mengunggah videonya di Youtube. Video itu kini telah ditonton lebih dari satu juta kali, bahkan sempat sering diputar di stasiun TV nasional.
Penempatan diri di social media oleh Jokowi sama dengan sosok sesungguhnya di lapangan dengan akunt Jokowi (facebook) dan jokowi_do2 (twitter), bahasa dan tutur kata yang sopan “Yang saya kerjakan hanyalah yang memang seharusnya saya kerjakan... Biasa saja, tak ada sesuatu yang istimewa” salah satu tweets yang ditampilkan Jokowi, kerja tim dan relawan dengan akunt yang mencapai ribuan, baik di twitter maupun facebook yang dikoordinir oleh Jasmev (Jokowi-Ahok Social Media Volunteers).
Dengan cara yang telah dilakukan oleh kandidat tersebut seperti kerja politik yang luar biasa di social media ini telah menempatkan Jokowi memenangi semua pertarungan via Sosial Media melawan Foke-Nara, seperti yang dilansir oleh indexpolitik.com bekerja sama dengan fajar.co.id selalu menempatkan Jokowi di atas Foke dengan komposisi 55,43 persen berbanding 44,57 persen untuk share of nitizen, yang merupakan gambaran seberapa banyak unik user memberikan mention terhadap brand tertentu dalam social media dibandingkan dengan total komunitasnya (brand dan competitor), dan 54,77 persen berbanding 45,23 persen untuk share of voise, share of voice ini sendiri adalah seberapa banyak mention suatu brand di social media dibandingkan dengan total komunitasnya (brand dan competitor) data ini dirilis pada tanggal 20 september 2012 pukul 13.10 Wita. Hal yang sama juga disampaikan oleh politicawave.com share of exposure 54,3 persen berbanding 45,7 persen dan share of citizen 54,1 persen berbanding 45,9 persen masing-masing untuk keunggulan Jokowi, dan salingsilang.com melalui SX Indeks juga merilis data pengamatan mereka, tanggal 12 Agustus - 10 September 2012 posisi Jokowi juga selalu mengungguli Foke, 161.674 buzz berbanding 127.698 buzz, dan 53.973 users berbanding 39.496 users. Politik dan sosial media telah di-integrasi-kan sempurna oleh Jokowi.
Jika kita melihat pada pertarungan pemilihan Gubernur diSulawasi Selatan saat ini, hasil survey yang dilakukan oleh Yahoo  pada tahun 2010 menunjukan adanya lonjakan dari 22 persen pada 2009, naik menjadi 48 persen pada 2010 di Indoneisia dan jumlah pengguna internet di Makassar sebesar 28 persen. Hal yang sama juga disampaikan oleh lembaga kajian Serum Institute. Data Februari 2012 pengguna internet di Makassar telah mencapai 37,8 ini setara dengan 660 ribu, dan untuk Sulsel secara keseluruan sebanyak 15,3%, jumlah yang memang belum signifikan dibanding dengan jumlah keseluruhan penduduk Sulsel.
Maka dari hal ini bisa saja media social adalah “kartu AS” untuk memenangkan pertarungan. Bisa jadi, yang memaksimalkan social media akan menjadi pemenang pilkada Sulsel 2013.
Disinilah perlu untuk kita lihat bahwa kembali lagi pada pernyataan saya yang pertama bahwa sejauh mana tingkat keberhasilan dari media social ini semuanya tergantung pada asas keterjangkauan dan persebaran. Karena jika kita harus melihat pada data yang terjadi pada pemilihan presiden Amerika Serikat tahun 2008 yang dimenangkan oleh Obama yang melakukan kampanye politiknya secara sukses melalui media social saya rasa itu sangat wajar karena mayoritas penduduk Amerika Serikat merupakan masyarakat yang memiliki perekonomian menengah keatas yang tentunya dengan tingkat pendidikan yang baik pula. Dengan demikian pemahaman masyarakat akan tinggi pula kepada media social. Berbeda dengan di Indonesia yang wilayahnya masih banyak yang belum tersentuh oleh internet akan menjadi kurang optimal metode media social ini, Walaupun memang banyak kemudahan yang diperoleh dari metode ini.
Dari Fokus Group Discussion yang dilangsungkan, ada berbagai pendapat tentang pembahasan ini baik yang pro akan efektivitas media social maupun yang kontra terhadap efektifitas media social.
Salah satu pandangan yang pro terhadap efiktivitas media social dikemukakan oleh peserta dengan No. Tes 132 yang mengatakan bahwa media social lebih efektif karena biaya yang kampanye akan berkurang, serta melihat dari segi pengguna media social yang sangat besar, bahkan persebarannya telah sampai kepada pedesaan. Selain itu, melalui media social kampanye yang nyata seperti turun kejalan hingga menyebabkan kemacetan akan dapat dikurangi.
Sementara salah satu komentar dari pihak yang kontra terhadap hal ini memaparkan bahwa untuk dewasa ini media social masih belum optimal, karena media social masih kurang efektif bila diterapkan pada wilayah-wilayah pelosok. Karena keterjangkauan dari media social ini pula belum sampai kepada masyarakat menengah kebawah, yang jelas masih jauh berbeda dari pada media elektronik seperti televise dan radio yang sejauh ini masih sangat efektif.
Solusi yang dapat ditawarkan dari permasalahan sejauh mana efektifitas media social dalam mendukung kampanye politik adalah yang pertama mengatasi aspek keterjangkauan tersebut. Aspek keterjangkauaan ini dapat diatasi dengan meningkatkan perkembangan teknologi dan informasi dari segi internet, dan memberikan pemahaman serta sosialisasi kepada masyarakat secara menyeluruh terhadap internet beserta media social yang ada didalamnya seperti Facebook, Twitter, You Tube dan yang lainnya. Jika aspek keterjangkauaan itu telah teratasi maka kampanye politik melalui media social akan dapat lebih dioptimalisasikan kedepannya dalam menyukseskan kampanye politik itu sendiri.
















REFERENSI

Digital Agency, tanggal 22 oktober 2012, diakses pada tanggal 14 januari 2013.
Fajar Online, terbitan selasa, 25 september 2012, oleh Anwar Abugaza, diakses pada tanggal 14 januari 2012